Novel What My Mom doesn't Know about Us by Anditia Nurul
Novel What My Mom doesn't Know about Us by Anditia Nurul – Kyla benci Nata. Berawal dari sebuah insiden sebelas tahun lalu, perempuan itu menganggap Nata tidak lebih dari perenggut kebahagiannya. Kyla selalu beranggapan bahwa laki-laki itu seharusnya tidak perlu dilahirkan. Namun, karena suatu hal, dia terpaksa menikah dengan Nata.
Bagi Kyla, pernikahan itu adalah bencana. Kyla berusaha memutuskan tali pernikahannya dengan Nata, bagaimanapun caranya. Bahkan, jika cara itu bisa membahayakan nyawanya.
Namun, bagi Nata, pernikahan itu adalah kesempatan untuk membayar kesalahannya di masa lalu. Sekeras apa pun usaha Kyla untuk berpisah, dia tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Dia sudah mendapatkan kesempatan. Yang perlu Nata lakukan adalah membuktikan bahwa dia akan berbuat apa saja untuk membuat Kyla bahagia.
Novel What My Mom doesn't Know about Us
“Mama ada?”
Pertanyaan itu sukses menginterupsi obrolan dua gadis yang duduk di balik meja kasir. Dua gadis tersebut menoleh ke asal suara. Seketika mereka terbelalak lantaran terkejut melihat laki-laki yang berdiri di depan mereka. Sosok tersebut menyugar rambutnya, membuat dua gadis tersebut menjerit dalam hati, gila ganteng banget!
“Mama ada?” ulang Nata.
Sepasang mata yang dinaungi alis lebat milik laki-laki itu tampak familier. Begitupun bibir tipisnya. Kedua gadis tersebut bisa dengan cepat menerka sebenarnya siapa yang laki-laki ini cari. Namun, melihat penampilannya, mereka sedikit ragu. Rambut si lelaki memiliki panjang seleher dibiarkan agak berantakan, malah tampak sedikit kumal—mungkin belum pernah dicuci selama tiga hari. Meski begitu, padu padan kaus putih, jaket merah, dan celana panjang hitam membuat ketampanan masih melekat padanya.
“Ma-mama?” Salah satu gadis itu malah balik bertanya.
“Anak baru, ya?” Nata memandangi dua gadis itu bergantian.
Keduanya kompak mengangguk.
Pantes!
Tak berminat melanjutkan percakapan, laki-laki itu beranjak ke bagian dalam butik yang dindingnya didominasi wallpaper bunga-bunga. Dia melewati rak-rak besi bercat putih tempat menggantung berbagai macam pakaian. Juga rak-rak gantung tempat manekin-manekin berjejer, masing-masing terbalut busana. Beberapa gadis yang tengah merapikan pakaian sekilas mencuri-curi pandang ke arahnya. Nata memang sudah biasa jadi pusat perhatian para pegawai mamanya setiap kali datang ke Butik Hermosa. Mau bagaimana lagi? Anak Rhea kan ... memang ganteng.
***
Nata mendorong pintu hijau muda di hadapannya tanpa mengetuk. Dia memasuki ruangan yang luas. Meja besar di tengah ruangan menjadi benda pertama yang mengisi pandangannya. Dua lemari kaca berada di belakang, dekat dengan sekat portable putih. Beberapa boneka jahit hitam berjejer rapi di sisi kanan ruangan. Lantas, atensi Nata beralih ke arah perempuan berambut panjang sepundak di ujung meja yang sibuk menggambar sesuatu di atas kertas.
Perempuan itu memang selalu menyibukkan diri. Entah menggambar sketsa atau sekadar membaca buku bisnis. Dia ingin seperti Rhea, memiliki butik dan label pakaiannya sendiri. Jika waktunya tiba, dia akan keluar dari butik ini.
“Kak Ros?” Nata duduk di salah satu kursi di sekitar meja. Matanya menatap perempuan di sana lurus-lurus.
Tiga detik menunggu, Nata tidak mendengar jawaban. “Halooo, Kak Rooos?”
Masih tidak ada sahutan.
Nata mendengkus. Dia bergerak mendekati perempuan yang dipanggilnya dengan nama “Kak Ros”. Laki-laki itu lantas duduk di tepi meja, kemudian merebut pensil dari tangan perempuan itu.
Perempuan itu mendelik ke arah Nata. “Apaan, sih?” Kekesalan perempuan itu melesat ke titik tertinggi.
“Dari tadi gue panggil, elo nggak nyahut,” sahut Nata tanpa rasa bersalah.
“Namaku Kyla, bukan Ros!” Kyla menatap Nata, tajam. “Balikin pensilku!” Dia mencoba merebut barang miliknya, tapi Nata dengan sigap menjauhkan benda tersebut dari jangkauan tangannya.
“Mama mana?” Nata langsung mengalihkan pembicaraan.
“Pulang. Lagi nggak enak badan.” Kyla masih berusaha merebut pensil itu. Namun, Nata malah memasukkan benda panjang itu ke balik kausnya. Kyla menggeram. Dua pendingin ruangan yang mengembuskan udara bersuhu dua puluh derajat tidak mampu membuat suasana hatinya sejuk. Terlebih saat dia melihat Nata tersenyum menang.
“Gue lagi butuh duit. Mau ke rumah dosbing. Mobil gue tiba-tiba mati di tengah jalan. Lagi di bengkel sekarang,” jelasnya.
“Pulang aja sana! Tante Rhea ada di rumah.”
“Duit gue udah nggak cukup bayar taksi sampai ke rumah. Udah habis buat bayar sewa mobil derek. Lagian gue juga mesti cepet-cepet. Kalau nggak ketemu dosbing siang ini, gue baru bisa ketemu beliau lagi minggu depan,” timpal Nata. “Lo ada duit, nggak? Gue pinjem dulu tiga ratus ribu, dong,” katanya tanpa ragu.
Kyla menatap sengit ke arah Nata. Dia mengembuskan napas kuat-kuat. “Kalau aku ngasih kamu uang, kamu bakal segera pergi dari sini dan balikin pensilku?”
Lelaki itu mengangguk.
Nata melihat perempuan itu melangkah ke arah tas hitam kecil di atas lemari kaca. Posturnya yang langsing membuat lelaki itu tersenyum. Lekuk tubuh Kyla terlihat indah dari tempatnya duduk. Nata senyum-senyum sendiri karena fantasinya.
“Nih!” Kyla menyodorkan tiga lembar seratus ribuan pada Nata. “Balikin pensilku sekarang!”
“Iya. Sabar bentar kenapa, sih? Cantik-cantik kok galak. Nanti jadi perawan tua loh.” Nata turun dari meja setelah menerima uang dari Kyla. Dia lantas mengeluarkan pensil yang tersangkut di antara selipan kaus dan celana jinsnya.
“Gue berangkat, ya. Thanks buat duitnya. Minta aja gantinya di Mama.”
Kyla bergegas menyambar pensil yang telah berada di tangan Nata.
Mana mungkin Kyla minta ganti ke Rhea, ibu Nata sekaligus bosnya?
“Sampai jumpa lagi, Kak Ros yang cantik.”
Hati Kyla selalu bergemuruh setiap kali Nata mengganti namanya dengan “Ros”, tokoh kakak perempuan galak dalam salah satu kartun yang tayang di televisi. “Namaku Kyla, bukan Ros!”
Nata hanya tertawa, lalu keluar dari ruangan.
***
Rhea duduk di tepi tempat tidur. Wanita paruh baya itu tadi pergi menemui dokter untuk mengambil hasil pemeriksaan yang dilakukannya beberapa waktu lalu. Matanya menerawang. Ucapan Dokter Wina siang tadi masih terngiang-ngiang di telinga, membuatnya merasa kehilangan semangat hidup.
Rhea mengambil tas tangan hitam di atas nakas. Dia mengeluarkan amplop berisi hasil tes dari Dokter Wina. Rhea sudah membaca surat itu dua kali sejak kembali dari rumah sakit. Namun, dibacanya lagi surat itu sambil berharap isi surat berubah. Wanita itu membaca kata demi kata sembari menahan air yang mulai menggenangi kedua pelupuk matanya. Di surat tersebut masih jelas tertulis dia menderita kanker serviks stadium III.
Rhea membiarkan air matanya mengalir sambil tangannya menyentuh bagian bawah perutnya. Setelah terjangkit virus toksoplasma sekitar 27 tahun lalu, kali ini dia harus berhadapan dengan kanker. Dulu virus toksoplasma membuatnya sulit mendapatkan anak. Kali ini, Rhea tidak berani membayangkan apa yang akan terjadi dengan kehadiran sel kanker di leher rahimnya. Perasaannya berkecamuk. Takut jika hidupnya akan berakhir tidak lama lagi.
Kematian dalam waktu dekat, itu yang ditakutkan Rhea pada detik pertama setelah Dokter Wina memvonisnya. Bagaimana jika usianya hanya tersisa satu-dua tahun lagi? Masih banyak hal yang ingin dia lakukan.
Rhea belum melihat Nata wisuda. Dia belum melihat Nata bekerja dan menikah. Perempuan itu sungguh takut jika harus meninggalkan anak semata wayangnya dalam kondisi sekarang. Sudah semester sepuluh, belum juga wisuda. Nata masih bertindak sesuka hatinya. Entah bagaimana jadinya jika dia tiada. Apalagi, suaminya telah lebih dulu meninggalkan mereka. Nata akan sendirian.
“Maaa?” Mendadak, pintu kamar Rhea terkuak disusul sosok Nata yang berdiri di ambang pintu. Secepat mungkin Rhea menyelipkan hasil tes ke balik bantal di dekatnya. Lalu, dia menyeka air matanya. Dalam hati, Rhea berharap anaknya tidak melihat apa pun.
“Mama nangis?” Nata menghampiri ibunya. “Mama kenapa?” Ada kepanikan yang terdengar dalam nada suara laki-laki itu.
Rhea menghela napas. “Mama nangis karena kamu belum wisuda. Anak temen Mama yang seumuran kamu udah pada wisuda semua, Nat. Skripsi kamu gimana?”
Nata mendengkus. “Hari ini sebenernya aku mau bimbingan proposal, Ma. Tapi, aku nggak berhasil ketemu dosbing.”
“Datangin, dong, ke rumahnya, Nat!” Rhea memukul pelan paha Nata yang berada di sampingnya. “Dikejar pembimbingnya,” omel Rhea.
“Emangnya maling dikejar?” gurau Nata.
“Naaat! Mama serius!”
“Iyaaa, minggu depan kalau udah balik dari luar kota, aku ketemu sama dosbing,” sahutnya acuh tak acuh. “Udah, ah. Makan, yuk, Ma. Udah laper.”
Salah satu alis Rhea terangkat. Senyum lantas terukir di wajahnya. “Tumben ngajakin Mama makan. Biasanya Mama yang harus teriak-teriak manggil kamu makan.”
“Sekali-kali, dong, Ma,” ujar Nata. “Oh, ya, Ma. Mobil aku kan masuk bengkel. Tadi tiba-tiba mati sendiri di jalan. Jadi, butuh duit untuk ongkos benerinnya … hehe. Teruuus.”
“Terus?”
Nata memamerkan senyum lebar. “Terus, tadi aku minjem duitnya Kak Ros tiga ratus ribu buat bayar taksi ke rumah dosbing dan balik ke kampus. Mama bayarin juga, ya?”
“Kak Ros?” Rhea mengernyit.
“Kyla.”
Ada “oh” panjang yang lolos dari mulut Rhea. “Kamu tuh jangan seenaknya manggil orang, Nat. Namanya Kyla, bukan Ros.”
Nata memutar bola mata. Ucapan ibunya persis seperti omongan Kyla. “Dia galak, sih, kayak Kak Ros. Ngomel mulu kerjaannya.” Nata membela diri. “Udah, yuk, Ma. Bi Wati udah masakin yang enak-enak. Nanti nggak enak lagi kalau udah dingin.”
Rhea menggeleng-geleng melihat tingkah Nata. “Mama udah curiga kamu manggil Mama makan karena ada apa-apanya. Ternyata minta dibayarin utang.”
Nata terkekeh.
“Makanya, cepet wisuda. Cari kerja. Punya gaji. Jadi bisa bayar utang sendiri.”
“Iya, Ma, iyaaa.”
Nata berjalan di sebelah ibunya, menuntun wanita paruh baya itu menuju pintu. Namun, diam-diam Nata menengok ke belakang. Atensinya tertuju pada bantal yang posisinya agak miring. Rasa penasarannya terusik. Ada sesuatu yang disimpan ibunya di bawah bantal itu. Sesuatu yang entah mengapa tidak diberitahukan kepadanya.
Daftar Isi Novel What My Mom doesn't Know about Us
Bab 1
Bab 2
Bab 3
Bab 4
Baca Juga: Novel Sweet Escape by Allyn Veren
Kalian suka baca novel romantis Indonesia? Atau lagi cari novel tentang perjodohan? Pastiin untuk sering-sering cek Cabaca, situs baca novel Indonesia yang sudah terkurasi. Genre apa saja ada loh! Gak butuh uang banyak kok. CukupRp5 ribu saja, kamu bisa baca novel online dari genre favorit yang kamu suka. Yang mau dapetin lebih banyak promo, bahkan program baca gratis, mendingan install aplikasi Cabaca sekarang, tersedia di Google Play.
Cari novel genre lainnya? Cek di sini:
- Novel Romance
- Novel Dewasa
- Novel Komedi
- Novel Horor
- Novel Teenlit
- Novel Islami
- Novel Thriller
- Novel Fantasy