Novel Still The One by Sahabat Reza
Novel Still The One by Sahabat Reza – Delapan tahun lalu, Aby dan Maya terpaksa menikah setelah dijebak oleh teman-temannya. Pernikahan itu dilaksanakan satu minggu setelah ujian nasional. Mereka menikah dengan terpaksa dan dipaksa untuk menjalaninya berdua saja. Mereka juga harus menjadi dewasa ketika Maya hamil tidak lama setelah mereka menikah.
Setelah perjuangan berat itu, seharusnya semuanya baik-baik saja. Apalagi mereka memiliki dua anak kembar yang lucu, jadi tidak ada alasan untuk tidak bahagia. Namun, kebahagiaan itu harus berakhir begitu saja, bahkan Maya harus kehilangan calon bayinya ketika perpisahan itu terjadi.
Seharusnya semuanya sudah berakhir, tetapi Aby tidak pernah pergi dari kehidupan Maya. Walaupun masih terluka, Maya tidak bisa menolak kehadiran Aby. Semua itu demi anak kembar mereka. Meski bukan sebagai suami istri, tetapi mereka masih tetap berusaha akur demi anak-anak mereka. Mereka juga menjadi mantan pasangan yang masih mesra bahkan kompak mencarikan jodoh untuk masing-masing.
Namun, kehadiran orang-orang dari masa lalu menguak luka lama sekaligus membuka kebusukan keluarga Aby. Maya juga harus kembali terluka dalam prosesnya. Untuk kali ini, apakah Maya dan Aby akhirnya memilih berdamai ataukah badai kali ini akan membuat mereka mengambil keputusan yang seharusnya diambil delapan tahun lalu?
Memilih untuk tidak lagi berkompromi dan benar-benar jadi orang asing.
Teaser Novel Still The One
Aby menghentikan mobilnya saat sudah sampai di depan pagar rumah minimalis berlantai 2 yang pagi ini ia kunjungi. Setelah mematikan mesin mobil, ia pun segera keluar dan berjalan. Saat hendak membuka pagar besi berwarna hitam itu, Aby berdecak karena masih digembok. Ia pun berteriak memanggil nama si penghuni rumah itu. Namun, setelah beberapa kali dipanggil, mereka tak kunjung keluar juga dari rumah.
Sambil menghela napas, lelaki itu pun kembali berjalan menuju mobil dan membukanya. Ia mencari kunci cadangan gembok itu di dalam dashboard. Setelah menemukan kunci, Aby kembali menutup pintu mobil dan berjalan ke arah pagar. Lalu, ia membuka gemboknya dengan kunci cadangan yang ia bawa. Setelah berhasil terbuka, barulah ia memasuki pekarangan rumah itu. Namun, ia harus kembali menekan bel berkali-kali meski sudah berdiri di depan pintu.
Abys sebenarnya agak kesal karena si penghuni rumah itu tak kunjung membuka pintu untuknya. Dia hampir mendobrak pintu itu, jika saja tak melihat perempuan yang masih memakai piyama berwarna biru dongker dengan wajah baru bangun tidurnya itu tidak muncul di hadapannya sekarang.
Bukannya merasa bersalah ketika melihat wajah jutek perempuan itu, senyum Aby malah mengembang. Apalagi, melihat penampilan Maya, yang rambutnya masih awut-awutan.
“Pagi mantan!” sapanya sambil tersenyum. Sapaan yang membuat Maya mendengkus sambil menatap Aby kesal.
“Kamu bisa nggak, kalau bertamu itu agak siangan dikit gitu, lho. Sekitar jam tujuh misalnya, ini masih setengah enam udah nerobos masuk ke rumah orang aja,” gerutu Maya, ia masih mengantuk karena baru bisa tidur pukul setengah 2 dini hari. Dan sekarang, ia harus dibangunkan dengan suara bel yang terus berbunyi. Sialnya lagi, yang bertamu adalah Aby.
“Siapa yang nerobos, Tan? Aku pencet bel, kan? Buktinya kamu yang buka pintu, bukan aku yang dobrak,” balas Aby.
“Nggak nerobos? Itu pagar aku gembok, ya, semalam. Dan kamu nggak mungkin bisa masuk sampai di teras ini, kalau nggak lancang buka gembok itu dan masuk gitu aja.”
“Ya, lebih baik gitu, kan? Daripada aku rusak pagarnya.”
Maya hanya memutar bola matanya malas, tak ingin menanggapi lelaki itu lagi.
“Masih pagi ini, jangan ngomel-ngomel mulu, Tan!”
“Tan, Tan. Berhenti panggil aku, Tan, ya!”
“Kan, kamu mantan. Jadi, aku panggil, Tan.”
“Aku mantan, dan kamu setan!”
“Hush! Nggak boleh ngomong gitu.”
Perempuan itu menghela napas dan mencoba bersabar, memang ini masih pagi untuk marah-marah. Tetapi, bagaimana ia tidak marah, jika setiap kali Aby datang ke rumahnya, selalu pagi-pagi seperti ini.
“Aku masih ngantuk tau nggak, kamu ganggu tidur aku aja,” gerutu lagi Maya.
“Jam segini masih tidur, kamu nggak subuhan emangnya?” tanya Aby.
“Lagi halangan, makanya masih tidur. Kalau tau yang pencet bel itu kamu, nggak bakalan mau aku buka. Mending tetap tidur aja, daripada ketemu kamu,” jawabnya.
“Dih, siapa juga yang mau ketemu kamu. Aku mau ketemu anak-anak,” balas Aby, lalu menerobos masuk rumah begitu saja.
Maya kembali menghela napas dan mencoba lagi untuk bersabar. Ini bukan pertama kalinya Aby datang pagi-pagi, lalu menerobos masuk rumah begitu saja. Lalu, ia menutup pintu dan mengikuti lelaki itu ke dalam.
“Anak-anak masih tidur, Yang?” tanya Aby yang tak melihat siapa-siapa di ruang tamu, masih terlihat sangat sepi.
“Iya kayaknya, lagian mereka biasa mandi pukul enam,” jawab perempuan itu sambil duduk di sofa ruang tamu, lalu menyandarkan kepala dan memejamkan kedua mata. Ia masih mengantuk.
“Aku ke atas, ya.”
“Hmm.”
Lelaki itu mengangguk sendiri setelah mendapat persetujuan, lalu berjalan menuju tangga untuk ke lantai dua. Setibanya di sana, ia langsung masuk ke kamar anaknya. Hingga ia melihat dua anak kembarnya itu masih terlelap.
Kepala Aby menggeleng ketika melihat posisi dua anaknya itu, tidak ada yang benar. Anak perempuannya tidur tengkurap dengan kepala yang jatuh di sisi ranjang, sedangkan anak laki-lakinya malah sudah jatuh di lantai.
“Bya, Asia, bangun. Udah pagi, Sayang,” ucap Aby sambil menggendong tubuh anak laki-lakinya dan memindahkannya ke kasur. Lalu, ia duduk di tepi kasur. “Mas Bya, Mbak Asia, bangun.”
Tidak terlalu sulit untuk membuat kedua anaknya itu bangun, hanya dengan 1-2 kali panggilan, terus dikasih kecupan di kepala mereka. Otomatis mereka akan terbangun, seperti sekarang. Keduanya kompak menguap, lalu mengucek mata.
“Selamat pagi!” sapanya setelah kedua anaknya sudah benar-benar membuka mata.
“Selamat pagi, Papi!” balas mereka.
Abyasa Pijar Rajendra dan Asia Binar Rajeeyah, dua anaknya itu tersenyum setelah membalas sapaannya. Membuat Aby tertular, ikut tersenyum. Lalu, menjawil hidung keduanya secara bergantian karena gemas.
“Ayo mandi, kalian harus sekolah lagi hari ini. Giliran siapa yang mandi di sini dan siapa yang mandi di bawah?” tanya Aby, setiap hal yang akan dilakukan atau dikerjakan kedua anaknya, sudah ada jadwalnya. Ia dan Maya yang membuat jadwal itu, mereka hanya tidak ingin kedua anaknya rebutan setiap melakukan sesuatu. Untuk itu, ia dan Maya membuat jadwal, agar Abyasa dan Asia bisa bergiliran.
Termasuk mulai malam ini sampai tujuh hari ke depan, kedua anaknya itu akan tidur di rumahnya nanti.
“Giliran Mas Bya yang di bawah, Asia mandi di sini,” jawab Asia.
“Ya udah, Mbak Asia yang mandi di sini. Mas Bya ayo ikut Papi ke bawah.”
Kedua anak itu kompak mengangguk. Jika setelah itu Asia langsung turun dari kasur, dan masuk ke kamar mandi. Beda halnya dengan Abyasa yang mengulurkan tangannya minta gendong.
“Gendong, ya, Pi,” pinta Abyasa sambil menunjukkan puppy eyes-nya. Membuat Aby tak bisa menahan kegemasannya, ia mengacak rambut jagoannya itu. Lalu, Aby berbalik badan memunggungi Abyasa.
Setelah anak laki-lakinya itu naik ke punggung, Aby bangkit dari duduknya dan keluar dari kamar sambil menggendong Abyasa untuk kembali ke lantai satu.
---
Setelah mengantar Abyasa ke kamar mandi tamu, Aby langsung pergi ke dapur untuk membuat sarapan. Karena ia yakin, Maya tak akan membuat sarapan untuk mereka. Perempuan itu tidak bisa memasak.
Sesampainya di dapur, ia melihat Maya yang sedang memeriksa expired date susu kotak kesukaan dua anaknya yang ada di kulkas. Ia kira saat tak melihat perempuan itu di ruang tamu, Maya kembali ke kamar untuk tidur. Tidak tahunya ada di sana.
“Aku kira kamu tidur lagi, taunya ada di sini,” ucap Aby, membuat Maya mendongak dan menatapnya.
“Udah nggak mood buat tidur, apalagi ada pengganggu macam kamu di sini,” balas perempuan itu. Lalu, menutup kulkas setelah mengambil dua susu kotak rasa cokelat yang masih aman untuk dikonsumsi itu ke meja makan. Dan memasukkan ke kotak makan dua anaknya yang sudah ia isi jeruk sebelumnya, masing-masing satu buah.
Kini giliran Aby yang membuka kulkas, memeriksa bahan makanan apa saja yang ada di dalam sana. Seraya ia berkata, “Tidur aja harus pakek mood dulu, lagian kamu nggak bakalan keganggu sama aku, kalau kamu kasih aku satu kunci cadangan rumah ini.”
“Buat apa? Kamu nggak bisa, ya, bebas keluar masuk rumahku seenaknya.” Maya bukan hanya terganggu dengan kehadiran lelaki itu saja, tapi ia juga tak enak jika ada tetangga yang melihat Aby masuk ke rumah seenaknya. Tetapi, semakin hari lelaki itu semakin sesuka hatinya ketika datang ke sana.
Aby mengambil dua buah telur, wortel, dan juga buncis. Lalu, menutup kulkas, sebelum akhirnya ia mengalihkan pandangannya ke arah Maya.
“Kenapa? Dulu juga aku tinggal di sini, lagian aku bukan pencuri kali. Aku juga nggak butuh barang-barang yang ada di rumah ini.” Setelah mengatakan itu, Aby menyiapkan semua bahan masakan di meja dekat kompor. Ia akan membuat nasi goreng untuk sarapan mereka. Aby juga mulai memotong wortel dan buncis.
“Kamu masih tanya kenapa? Tanpa bertanya seharusnya kamu sudah sadar, kalau sekarang kamu bukan suamiku lagi. Kita udah nggak punya ikatan apa-apa, jadi kamu nggak ada hak untuk masuk rumah ini seenaknya. Karena sekarang rumah ini hanya rumahku, bukan rumah kita lagi!” Maya sengaja menekan kata rumah kita lagi, agar lelaki itu cepat sadar. Jika di sana tidak ada tempat lagi untuk Aby, ia sudah lelah menghadapi lelaki itu. Tetapi, keadaan malah membuat Maya tak bisa jauh dari Aby dan harus selalu bersedia menghadapinya.
Jika bukan karena Abyasa dan Asia yang juga sangat membutuhkan sosok ayah, Maya sangat enggan untuk melihat Aby lagi.
Aby juga sebenarnya sudah sangat sadar, ia memang tak ada tempat lagi di sana. Tidak ada hak lagi untuk bebas keluar masuk rumah itu, hanya saja ia tak bisa berhenti melakukannya.
“Keperluan kamu datang ke sini cuma untuk Aby dan Asia, dan seharusnya kamu kalau mau jemput atau antar mereka ke sini. Cukup sampai teras depan aja, nggak usah nerobos masuk sesuka hatimu. Aku nggak suka kalau ada orang lain masuk rumahku seenaknya,” lanjut Maya, membuat Aby berhenti memotong wortel. Lalu, berbalik untuk melihat perempuan itu lagi yang kini duduk di kursi meja makan.
“Kalau aku cuma sampai teras, terus siapa yang buatin anak-anak sarapan, Yang? Kamu, kan, nggak bisa masak. Anak-anak juga pasti mau ngerasain masakan orang tuanya sendiri, bukan masakan luar hasil orang lain. Untuk itu, selagi aku masih bisa. Maka aku akan buatkan apa pun untuk anak-anak, karena aku tau kamu nggak mungkin mau masak,” balas Aby, dan ia tahu kenapa Maya tak pernah mau belajar memasak.
Maya tak membalas lagi, perempuan itu memilih diam. Ia tak tahu harus berkata apa lagi, kenyataannya memang benar. Ia tak pernah mau belajar memasak, meski sebenarnya bukan tak mau. Tetapi, ia tidak berani.
Melihat Maya yang jadi terdiam, membuat Aby merasa bersalah.
“Yang,” panggil Aby, membuat Maya menatapnya sambil menautkan sebelah alisnya. “Sini.”
“Mau ngapain?” tanya Maya.
Daftar Isi Novel Still The One
Bab 3
Suka sama novel Still The One ini? Yuk, lanjutkan baca di aplikasi Cabaca. Cabaca merupakan situs baca buku online yang menawarkan banyak novel berkualitas terkurasi, mulai dari cerita romantis terbaru hingga novel tentang kawin kontrak. Gak rugi deh, mulai dari Rp5 ribu aja kamu sudah bisa baca novel online di HP kamu. Bakal lebih nyaman dan privat! Makanya, download aplikasinya di Play Store.