Novel Hate to Love by Vivinanavina

Novel Hate to Love by Vivinanavina
Photo by Raj Rana / Unsplash

Novel Hate to Love by Vivinanavina "Nama saya Vreitty Z. Sastrawijaya. Kalian boleh panggil saya Ve. Saya berasal dari Jakarta. Terima kasih."

"Vreitty? Vreitty Z. Sastarawijaya?"

"Iya, Bu.”

"Wah! Nama yang unik. Lalu, Z itu singkatan dari apa?

Dengan ragu-ragu Vreitty menjawab, “Jadi, Z itu singkatan dari ... Zinta, Bu,”

"Nama lo Vreitty Zinta? Anjay. Ada Preitty Zinta wannabe di sini," ledek Virgo dari bangku paling belakang diiringi gelak tawa.

***

Tiga hal yang paling dibenci oleh Vreitty Zinta Sastrawijaya dalam hidupnya: nama yang menurutnya sangat norak, film atau lagu India, dan juga Virgo—si cowok bad boy pencinta film India yang selalu berbuat onar di sekolah.

Semenjak perkenalannya di depan kelas, Virgo selalu memanggilnya dengan sebutan “Preitty Zinta Wannabe”. Kebenciannya terhadap Virgo semakin menjadi-menjadi saat tahu kalau ternyata cowok yang sering menindas siswa itu seorang maniak film India.

Bersama dengan siswa-siswa yang pernah menjadi korban Virgo, Vreitty lalu membentuk sebuah klub yang diberi nama Virgo’s Hater Club untuk melawan perbuatan semena-mena cowok bad boy itu. Namun, seiring berjalannya waktu, Vreitty merasakan benih-benih cinta mulai tumbuh di hatinya saat melihat Virgo memberi tempat duduknya kepada ibu hamil saat di halte bis.

Vreitty dilema, apakah ia harus memendam perasaannya demi Virgo’s Hater Club? Atau membubarkan Virgo’s Hater Club demi mendapatkan cinta Virgo?

Novel Hate to Love

"Ma, please deh, lagunya nggak banget," tutur Ve kesal. "Mama, ganti donk lagunya sama lagu lain. Apapun itu, asal jangan bollywood," rengek Vretty kepada mamanya.

Ternyata, gadis berambut sebahu itu belum melupakan kejadian delapan tahun lalu. Kejadian yang menyebabkan gadis bertubuh mungil itu membenci film dan lagu India.

Wanita cantik bernama Rianty yang tengah asyik mengikuti alunan lagu India kesayangannya itu tertawa kecil saat mendengar keluhan anak gadisnya. Ia lalu membalas dengan santai, "Maaf, Vretty Zinta. Mama khilaf."

"Ma ... Ve nggak suka dipanggil Vretty Zinta." Gadis berusia 16 tahun itu bersungut sembari bersedekap.

"Kenapa, sih, lu nggak suka dipanggil Vretty? Mama sengaja kasih nama itu supaya kelak kecantikan lu kayak Pretty Zinta, Sayang. Lagian, awalan hurufnya, 'kan, Mama bedain. Kalau nama lu pakai huruf V bukan pakai huruf P."

"Sama aja kali, Ma. Pakai huruf V atau P tetap aja nama itu norak. Ve malu kalau nyebutin nama lengkap Ve. Ya udah deh, nggak usah bahas nama lagi, bikin bad mood aja. Pokoknya sekarang buruan Mama ganti lagunya."

Namun, bukannya mengganti lagu, sang Mama justru menambah volume lagu India kesukaannya seraya ikut bernyanyi dengan penuh penghayatan.

Sementara sang Papa yang sedang menyetir hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah istri dan anaknya.

"Heran! Mama sama anak kok ndak pernah akur," ucap Papa singkat.

Vretty mendengkus kesal. Kini, netranya berpindah menatap lalu-lalang kendaraan yang berlomba-lomba agar segera sampai di tempat tujuan. Asap-asap kendaraan yang mengepul di udara serta suara klakson bersahut-sahutan turut menghiasi suasana sore itu.

Kesel, deh, kalo udah macet kayak gini. Sebel!

"Anak Papa kok cemberut gitu? Lihat, kita udah sampai di Bandung!" seru Papa.

"Wah! Asyik, akhirnya sampai juga." Ekspresi masam Vretty berubah menjadi manis dalam hitungan detik. Binar bahagia turut terpancar dari matanya. "Tapi, kenapa macet, Pa? Kalo gitu sama aja dong kayak Jakarta." Ekspresi masam kembali menghiasi wajah cantiknya.

"Namanya juga kota metropolitan, Ve. Jumlah penduduknya di tahun 2023 aja sebanyak 2,4 juta jiwa lebih menurut data dari Badan Pusat Statistik kota Bandung," terang Papa dengan air muka yang serius.

Vretty menanggapi ucapan papanya dengan dua kali anggukan pelan dan mulut yang membulat.

Hari ini, Sabtu kedua bulan Januari, pertama kalinya Vreitty menginjakkan kaki di kota Bandung. Dua bulan yang lalu, papanya yang bernama Hendra Sastrawijaya dinyatakan lulus tes sebagai dosen ASN di Universitas Padjajaran. Oleh sebab itu, Vreitty dan mamanya ikut pindah ke Bandung menyusul sang Papa. Gadis yang kerap disapa Ve itu juga harus merelakan enam bulan masa indah SMA-nya di Jakarta. Lalu, di kota kembang inilah ia akan menghabiskan masa-masa SMA-nya.

***

"Vretty Zinta Sastrawijaya! Yuhu ... bangun sayang. Ayo, bangun. Si buah hatiku yang cantik kayak Preitty Zinta artis India! Ini sudah jam delapan, lho." Mama menerobos pintu kamar Vreitty dan menarik selimut yang menutupi tubuh anak gadisnya. "Kebiasaan lu, ya, habis salat Subuh tidur lagi! Eh, itu kagak baik untuk kesehatan, Vretty. Rezeki elu juga bisa seret!"

Sedari dulu, Rianty memang selalu menanamkan kepada suami dan anak semata wayangnya agar tidak lagi tidur setelah salat Subuh. Kalau Vretty dan papanya melanggar, siap-siap saja omelan yang keluar dari mulut Rianty menyapa telinga mereka.

"Apaan, sih, Ma. Ve masih ngantuk lho ini. Mama tega banget, sih, sama Ve. Ini, kan, hari Minggu," rengek Ve sambil mengucek-ngucek matanya.

"Eh! Anak perawan kagak boleh bangun siang-siang," omel Rianty. "Lagian, hari ini kita mau keliling komplek untuk bersilaturahmi ke rumah tetangga-tetangga di sini. Papa bilang ke Mama, lu harus ikut juga."

Silaturahmi ke rumah tetangga?

Vretty mengernyit. Ia baru teringat kalau dirinya bukan warga Jakarta Selatan lagi. Vretty menyentuh kepalanya yang terasa sedikit pusing. Selalu saja begini, kalau bangun kesiangan pasti kepalanya sakit. Betul kata Mama, tidur habis subuh itu tidak baik untuk kesehatan.

"Kok malah bengong? Buruan bangkit dari kasur, lalu mandi dan sarapan," titah Rianty. "Pagi ini, Mama masakin nasi goreng kampung kesukaan elu. Nah, habis lu sarapan kita langsung keliling komplek."

"Iya, Ma. Sebentar lagi Ve bangun. Ini nyawa Ve masih belum terkumpul semua."

Rianty hanya bisa geleng-geleng melihat tingkah putri semata wayangnya itu seraya mengayunkan langkahnya menuju jendela untuk menyibak gorden kamar Vreitty.

Tiga puluh menit kemudian Vretty sudah siap dengan kaus oversize hitam dan jeans loose fit high waist-nya. Ia langsung keluar kamar dan bergegas menuju ruang makan. Aroma nasi goreng kampung buatan sang Mama pun menyapa indera penciumannya. Tanpa aba-aba, Vretty langsung melahap habis nasi gorengnya hingga tak bersisa.

"Wah, kenyangnya," gumam Vretty pelan seraya mengelus-elus perutnya.

"Vretty ... buruan makannya. Mama sama Papa udah nungguin, lho," teriak Mama dari teras rumah.

Mendengar teriakan sang Mama, Vretty spontan bangkit dan bergegas menyusul orang tuanya di teras. Atas permintaan papanya, Vretty pun ikut berkeliling komplek—terutama blok 5, tempat tinggalnya saat ini—untuk menyapa dan berkenalan dengan para tetangga. Papa bilang, manusia sebagai makhluk sosial harus saling berbaur dan hidup berdampingan satu sama lain karena manusia itu saling membutuhkan. Oleh karena itu, kita harus menjalin hubungan baik dengan para tetangga.

***

Kini, Vretty dan orang tuanya sudah berada di ruang keluarga rumah mereka setelah hampir satu jam berkeliling komplek. Menurut Vretty, tinggal di komplek perumahan Grand Royale Village cukup menyenangkan, selain tempat yang bersih, asri, dan rindang, para tetangganya juga sangat ramah dan baik.

"Mama kenapa, sih, manggil Ve di depan tetangga pakai nama lengkap gitu? Mereka jadi ngetawain nama aneh Ve, kan?" protes Vretty pada sang Mama.

"Ya, biar mereka tau nama keren elu, Sayang."

"Keren apaan. Norak iya." Vretty memberengut. "Mama tadi dengar, kan? Tante sebelah rumah kita manggil Ve pake sebutan Preitty Asmara. Preitty Asmara, kan, udah meninggal Ma? Masak Ve disamain sama orang yang udah meninggal."

"Kan, cuma Tante sebelah rumah yang panggil elu Vretty Asmara? Tetangga lain justru memuji nama elu, kan, Ve? Ingat nggak? Kata mereka, nama lu itu unik dan langka. Elu seharusnya berterima kasih karena Mama kasih nama itu ke elu. Padahal, dulu Papa mau namai elu Tukiyem Sastrawijaya, Ve!" ungkap Mama panjang lebar.

"Apa? Tukiyem?" Mata Vreitty melebar. Dahi dan hidungnya berkerut. Ia lalu menatap sang Papa dengan ekspresi penuh tanda tanya. "Beneran yang dibilang Mama, Pa?"

Pria paruh baya yang bernama Hendra itu mengangguk pelan. Senyum di bibirnya merekah saat melihat ekspresi lucu putri semata wayangnya.

"Ih, Papa ... masak anaknya mau dikasih nama kuno gitu, sih." Vretty bersedekap.

"Walau kuno, tapi maknanya bagus, Ve. Kamu ndak boleh mencemooh nama itu. Tukiyem itu artinya orang yang fokus dalam karir dan memilik tujuan hidup," ujar Papa.

Vretty hanya mengangguk cepat sambil tersenyum kecut.

"Untung aja ada Mama, Ve. Mama langsung nggak setuju pas tau Papa mau kasih nama itu untuk elu. Mendingan Vretty Zinta kemana-mana daripada Tukiyem," timpal Rianty.

Vretty menyentuh kepalanya yang mulai pusing. Embusan napas keluar dari mulutnya yang mungil hingga poni di dahinya beterbangan.

Allahuakbar Kabiro. Gue punya orang tua kenapa gini amat, ya.

Daftar Isi Novel Hate to Love

Baca Juga: Novel Crazy in Love by Fielsya

Novel benci tapi cinta emang gak ada matinya. Yang suka cerita romance kayak gini, cek aja di aplikasi Cabaca, aplikasi baca novel online yang punya 500 judul lebih novel berkualitas dan terkurasi. Kata siapa gak bisa novel murah dan legal? Cabaca memungkinkan kamu baca novel digital mulai Rp5 ribu aja. Cek promo lainnya, hanya di aplikasi Cabaca.

Aplikasi baca novel berkualitas di Indonesia
Platform baca novel online Indonesia 


Suka novel genre lainnya? Cek di sini:

  1. Novel Romance
  2. Novel Dewasa
  3. Novel Komedi
  4. Novel Horor
  5. Novel Teenlit
  6. Novel Islami
  7. Novel Thriller
  8. Novel Fantasy