Novel Couple in A Fairy Tale by Wnath
Novel Couple in A Fairy Tale by Wnath – Kehidupan Hara yang jauh dari sempurna membuatnya tidak percaya pada kisah bahagia dalam sebuah dongeng. Dengan sengaja dia keluar dari kastil keluarga, meninggalkan tunangannya dan mengelana sesuka hati.
Kisah Alrik nyaris sempurna seandainya dia tidak melibatkan Hara dalam kehidupannya. Alrik berhasil membuat wanita itu memercayai bahwa dia bisa menghadirkan kisah bahagia yang ada dalam dongeng ke dalam hidup Hara.
Ketika Hara mulai percaya bahwa dongeng sebelum tidur bisa menjelma menjadi kenyataan, sebuah peristiwa memisahkan keduanya. Hara kembali pada kehidupan nyata tanpa Alrik yang sempurna.
Lima puluh bulan kemudian mereka bertemu lagi. Alrik berusaha menebus janjinya, tapi ternyata Alrik tak lagi sesempurna dulu. Tak cukup sempurna di mata Hara untuk kehidupan Fairy, peri kecilnya. Alrik harus berjuang melawan Edgar, mantan tunangan Hara yang terlihat sempurna.
Apakah kisah mereka akan berakhir happily ever after seperti dongeng yang sering didengar Fairy? Atau Fairy harus dipaksa menerima kenyataan bahwa kehidupan tak seindah dongeng?
Hara dan Alrik harus berjuang memberi akhir yang baik. Bukan hanya untuk kisah hidup Fairy di kemudian hari, tapi juga untuk kisah mereka berdua.
Novel Couple in A Fairy Tale
Dongeng Sebelum Tidur
..., and they live happily ever after.
Brak!
Gadis kecil di atas tempat tidur menutup buku dongeng sembari menatap gadis yang lebih besar di sebelahnya. Suara bantingan itu bukan berasal dari buku, melainkan dari luar kamar. Keduanya masih berpandangan sampai terdengar suara gelas pecah diiringi makian yang mengerikan.
"Tidur, yuk!" Gadis yang lebih besar mengambil buku lalu menarik selimut, tapi gadis kecil menggeleng. Tak memedulikan ajakan sang kakak, gadis kecil itu justru membuka sedikit pintu kamar.
Dari celah pintu matanya menatap dua orang dewasa sedang bertengkar.
"Penyihir tak tahu malu!" Terdengar sahutan lain dari arah belakang. Seorang wanita tua berjalan sambil memaki wanita yang dia sebut sebagai penyihir. Gadis kecil itu mengerutkan dahi, tak mengerti mengapa ibunya dipanggil sebagai penyihir.
"Aku menikah denganmu bukan untuk membuat putriku menderita!" Kali ini kerutan di dahi sang gadis semakin membesar. Itu suara ayahnya. Suara yang membuatnya bingung, karena dalam buku yang dia baca pangeran tidak berbicara kasar. Tapi kini sederet makian keluar dari mulut ayahnya, ditujukan pada ibunya yang hanya diam.
"Ayo tidur!" sahut sang kakak, sembari menarik adiknya dan menutup pintu perlahan. Pintu ditahannya, mata kecil itu kini memandang seorang anak perempuan di samping seorang nenek. Anak itu juga kakaknya, tapi bukan dari ibunya. Kata orang-orang, dia seperti Cinderella. Ayahnya menikah lagi dengan wanita yang sudah punya anak, hingga Cinderella itu juga punya dua saudara perempuan lain—yang tak lain adalah mereka berdua.
Mata gadis kecil itu kembali menyipit ketika menatap sang ayah yang menggendong Cinderella setelah memaki istrinya sekali lagi. Sang nenek mengikuti sembari menelepon dokter.
"Tidur!" Kakaknya tak bisa lagi menoleransi, ditutupnya pintu dengan paksa dan digiringnya gadis kecil ke atas tempat tidur.
"Kenapa Papa marah? Dia yang mendorong kita!" Gadis kecil itu tiba-tiba bertanya pada sang kakak.
"Egh, itu ...."
"Kakak bilang Cinderella berhati baik! Tapi dia jahat. Kakak yang terluka, tapi mereka nggak memanggil dokter!" Kini gadis kecil itu mulai menangis sembari menatap luka cukup besar di kaki sang kakak yang dibalut seadanya.
"Jangan dibahas, ayo ..."
"Buku ini bohong!" Gadis kecil itu tiba-tiba membanting bukunya ke lantai dengan marah.
"Katanya setelah menikah mereka hidup bahagia selamanya, tapi Mama nggak!"
"Hara ...."
"Aku juga anak Papa tapi..." Gadis kecil itu terisak, lalu dengan kesal dia membanting semua barangnya yang ada di meja. Menimbulkan suara gaduh hingga orang tuanya masuk ke dalam kamar.
"Hara, kenapa?" tanya ibunya sembari memeluk Hara yang menangis di lantai.
"Nara, Hara kenapa?!" Wanita itu membentak sang kakak yang kebingungan.
Hara semakin kesal karena melihat ayahnya sama sekali tidak mendekat. Padahal dia hanya meniru tangisan Cinderella yang biasanya berhasil membuat ayah mereka kalang kabut memeluknya.
"Hara, tidur!" kata ayahnya dengan tegas sembari bersiap pergi, membuat tangisan Hara semakin kencang. Hara berhasil, pria itu menghentikan langkah lalu menatapnya.
"Hara, hentikan tangisanmu. Arin baru saja tidur, dia bisa bangun!" kata pria itu tanpa memeluknya.
Hara luar biasa kesal, diambilnya buku dongeng di lantai lalu dilemparnya ke arah pintu hingga mengenai kaki ayahnya. Sekian detik tak ada yang bersuara karena hampir semuanya menahan napas hingga terdengar lengkingan tajam yang diyakini Hara sebagai suara penyihir dalam buku dongeng.
"Anak penyihir! Pantas nggak tahu sopan santun! Kebanyakan bermain dengan anak penyihir! Firdaus, kamu mau anakmu ikut jadi kurang ajar dan tidak tahu berterima kasih?!"
Ayah yang sebelumnya Hara kira seorang pangeran dalam dongeng itu berbalik, menatap Hara dan Nara bergantian. Tanpa menoleh pada istrinya, dia menuding wajah Nara.
"Besok pindahkan sekolahnya ke boarding school! Hara, berhenti menangis dan jadi anak baik seperti kakakmu Arin!"
Hara terdiam menatap Nara yang matanya berkaca-kaca. Pandangannya beralih kepada ibunya yang hanya diam. Sudut matanya mengikuti langkah ayah dan neneknya yang pergi begitu saja.
Sejak malam itu Hara yakin dongeng sebelum tidur yang sering dibacakan Nara hanyalah omong kosong. Cinderella bukan orang baik. Saudara tiri Cinderella bukan orang jahat. Istana yang diceritakan sebagai tempat menyenangkan, menjadi tempat paling buruk bagi Hara. Dan pengeran yang membawa kebahagiaan hanyalah kebohongan belaka.
Yang Hara lihat, pangeran hanya mementingkan kebahagiaannya sendiri.
*
1
Ballroom Magnolia Hotel penuh dengan berbagai tamu undangan yang datang dengan berbagai jas dan gaun bernilai jutaan. Wajah-wajah nan rupawan berbalut kemewahan terlihat bercanda dan tertawa mengomentari salah satu pernikahan mewah di penghujung tahun 2013.
Asaka Wirawan, pengusaha muda putra dari salah satu anggota Dewan Perwakilan Rakyat menikah dengan Jennita—putri dari direktur utama sebuah bank swasta. Tak ada yang bisa memungkiri kebahagiaan pasangan yang tengah bersanding mesra di pelaminan. Menurut para tamu, mereka berdua tampak sangat serasi.
"Pasangan paling romantis abad ini!" komentar seorang MC yang membuat dua orang wanita di salah satu sudut ruangan mendadak tertawa bersamaan.
"Seromantis apa dia kalau sama kamu, Sha?" tanya seorang wanita setengah berbisik dengan bibir nyaris menempel di telinga sahabatnya, Shania.
"Hm, kemarin dia bahkan merengek nggak mau balik ke rumah," kekeh Shania sembari menatap Asaka dengan senyuman.
Siapa pun yang sedang memandangnya pasti mengira perempuan itu sedang ikut berbahagia atas pernikahan fenomenal tersebut. Tapi jauh di dalam hatinya ada rasa sakit yang menghantam, meskipun dia tahu tidak pantas merasa sakit. Dia bukan siapa-siapa bagi Asaka, meski pria itu sering membual bahwa hanya Shania yang bisa membuatnya bahagia.
"Sha, jangan ngelewatin batas perjanjian," tegur sahabatnya lagi.
Shania menoleh, menatap wajah wanita muda yang tersenyum manis di sampingnya. "Aku tahu, Hara. Ini cuma perasaan sesak sesaat karena berpisah sama teman baik, kok."
Hara meletakkan gelas yang dia pegang. "Yakin?" tanya Hara penuh selidik.
Shania seketika tertawa lalu mengangguk. "Yakinlah!"
Hara merangkul pinggang Shania lalu berbisik pelan. "Sha, kamu tuh bisa dapat yang jauh lebih baik dari dia. Pasti ada. Ini yang terakhir, kan? Setelah ini kamu fokus cari pendamping hidupmu, kan?"
Shania tak menyahut, berbagai hal berkecamuk di kepalanya. Hara selalu meyakinkan bahwa dia bisa mendapatkan pria baik. Setidaknya lebih baik dari Asaka yang selalu dirinya harapkan lebih dari sekadar klien. Tapi Shania sadar diri, adakah pria baik-baik yang mau meminang perempuan seperti dirinya dan Hara? Perempuan yang dengan sengaja menjual diri menjadi wanita cadangan para pria yang tak puas dengan satu pasangan.
"Kamu bukan aku, Sha. Kamu pasti bisa hidup bahagia kayak dongeng-dongeng favorit kamu itu," kata Hara lagi, mencoba untuk menghibur walau sebagian besar hatinya tak pernah memercayai dongeng yang baginya omong kosong.
Shania menoleh lagi lalu tersenyum kecil, menertawakan kekonyolan Hara yang selalu berpura simpati. "Ha—"
Ucapan Shania terpotong oleh dorongan seseorang yang menyenggol lengannya. Hara dan Shania menoleh sembari menggeser posisi berdiri mereka, tapi dua orang wanita yang kini berada di samping Shania malah mengambil minuman dan tidak berniat pergi.
"Mir, pernikahan kamu harus lebih heboh dari ini, dong!"
"Hm, aku sih maunya begitu, tapi kamu tahu sendiri kan Alrik tuh gimana? Maunya serba sederhana dan tertutup."
Hara dan Shania menoleh menatap tawa renyah kedua wanita yang juga sedang melirik mereka berdua. Sekali pandang, Hara tahu kedua wanita itu bukan tanpa sebab berada di sebelah Shania. Apalagi ketika kini obrolan mereka mengarah ke hal lebih serius yang seharusnya bukan menjadi bahan pembicaraan dalam jamuan pesta pernikahan.
"Jadi kamu udah yakin nikah sama Alrik? Yakin dia nggak main perempuan di belakang kamu?"
Ada jeda yang tercipta, seolah pemilik nama Miranda itu tahu ada wanita yang menunggu jawabannya.
"Laki-laki sesekali punya mainan itu wajar. Aku percaya mainan rongsokan dan murahan nggak bakal menang ngelawan istri sah."
Shania luar biasa tersindir, tapi Hara bersikap santai.
"Oh ya, Mir, Alrik ke mana? Kok nggak nemenin kamu, sih? Ini kan pesta teman baiknya juga."
"Masih di Jepang. Besok dia baru pulang. Kalau ada dia, aku nggak bisa ikut kalian. Dia pasti nyariin aku!
Kedua wanita itu tertawa. "Makin sayang aja dia sama kamu, Mir. By the way, Alrik udah setuju mau nikah tahun ini?"
"Setujulah. Alrik tuh cinta mati sama mamanya, nggak mungkin dia mau bantah Tante Heidi."
Shania mencengkeram tangan Hara untuk mengajaknya pergi. Namun, Hara justru menahan Shania dan membuat diri mereka berpura-pura sibuk menikmati alunan lagu yang terputar. Saat itu secara kebetulan ponsel Hara berdering, dengan gerakan lambat dia menjawab panggilan telepon.
"Halo, Sayang! Udah landing? Langsung pulang?" Suara Hara terdengar amat sangat manja. "Mau ketemu aku duluan? Kangen banget ya?"
Hara melirik Miranda. Wajah wanita itu berubah memucat, membuat Hara semakin menaikkan volume suaranya.
"Ya ampun, Sayang, nggak sabar banget! Oke aku pulang sekarang, tapi jangan lupa ya beliin aku mobil baru yang kamu janjikan. Mobil lama aku udah kayak rongsokan." Hara menarik pelan tangan Shania, mengajaknya pergi seraya meneruskan pembicaraan di telepon.
"Kan aku mainan kamu, Sayang. Pastilah aku langsung pulang kalau kamu panggil."
Miranda dengan sadar menjatuhkan gelasnya ke lantai.
***
Hara membuka tirai yang menutup jendela kaca besar di apartemennya, menatap lampu-lampu yang memanjakan pemandangan malam di depannya. Di belakang Hara seorang pria sedang memandangi punggungnya yang terbuka lebar akibat gaun berpotongan rendah di bagian belakang.
"Hara, duduk sini."
Hara menoleh, menatap wajah tampan bak malaikat yang sedang menatapnya dengan senyum tipis.
"Wajah malaikat tapi berhati iblis," ralat Hara.
Pria itu dengan santai mengabaikan pesta pernikahan teman baiknya, juga tidak langsung menemui keluarga atau tunangannya begitu tiba di Indonesia. Dengan gerakan anggun yang menggoda, Hara mendekat. Duduk di samping pria itu, lalu menerima kepala sang pria yang langsung meluncur di pangkuannya. Spontan Hara mengusap pelan rambut pria yang selama delapan belas bulan ini membiayai hidup mewahnya.
"Hara, pijat di sini ya, kepalaku sakit," pintanya sambil menunjuk dahi. Hara dengan sigap memberikan pijatan pelan untuk melonggarkan kepenatan pria yang sedang terpejam.
"Mas Alrik, aku—"
"Besok mobil kamu datang," sela Alrik tanpa membuka mata.
"Tadi aku cuma bercanda," kata Hara membuat mata Alrik perlahan terbuka.
Ada kerutan yang terbentuk di dahi Alrik yang kini terbebas dari jari-jari Hara. Hara tak biasanya bercanda dengan segala rayuan dan permintaannya.
"Bercanda minta mobil?" tanya Alrik memastikan.
Hara mengangguk, membuat Alrik kembali bertanya-tanya.
"Nggak apa-apa sih, Hara, aku udah telanjur pesan. Buatmu aja. Aku udah janji," jawab Alrik santai sembari kembali memejamkan mata, seolah pembicaraan Hara tak penting.
"Mas, sori aku mau cuti dulu," kata Hara lagi.
Kali ini mata Alrik langsung terbuka lebar. Hatinya tergelitik dan bibirnya tanpa sadar tertawa. Baru kali ini dia mendengar ada wanita simpanan yang minta cuti.
"Kamu mau ke mana? Liburan?" tanya Alrik.
"Nggak. Mau aborsi, jadi butuh waktu agak lama. Kalau Mas Alrik nggak terima, aku balikin sebagian harta yang pernah Mas kasih ke aku. Kalau masih mau nunggu, aku bakal balik setelah aku pulih."
Alrik seketika duduk tegak lalu menatap Hara dengan serius. "Kamu hamil?"
Hara mengangguk dan Alrik langsung berdiri dengan gusar. Sementara pria itu mondar-mandir di depannya, Hara hanya duduk diam dan mencoba tenang. Dia siap menerima konsekuensi keteledorannya. Sebagai perempuan yang disimpan hanya untuk dinikmati saat waktu senggang, hamil serupa kutukan dan menjadi bumerang bagi pria yang nama baik keluarganya jauh lebih penting daripada nyawa si jabang bayi. Hara sadar betul akan hal itu.
"Mas, sori aku teledor, tapi aku akan segera selesaikan tanpa jejak."
Alrik berhenti melangkah, menatap Hara sambil berlutut di depannya. "Jangan gugurkan.”
Hara bergeming, mencoba menelaah kalimat Alrik. Pria itu mengulangnya.
"Jangan gugurkan. Itu anakku, kan?" tanya Alrik memastikan.
Hara mengangguk. "Aku nggak pernah main sama orang lain."
"Mas, aku mau gugurkan anak ini," lanjutnya ketika Alrik sedikit menjauh.
"Jangan digugurkan, aku berikan kompensasi lebih besar."
Mata Hara membesar, mulai tak memahami pembicaraannya dengan Alrik.
"Berapa? Satu miliar? Dua milyar? Kalau dia lahir dan sadar orang tuanya kayak kita, hidupnya bakal lebih susah." Hara mencoba memberi opini.
Alrik menatap mata angkuh Hara yang seolah tak peduli pada nyawa yang dia bawa. Lalu dengan suara khasnya Alrik mendekat dan berbisik. "Pernikahan. Aku berikan pernikahan legal agar hidupnya sempurna."
Hara merinding, sesaat dia menangkap ketidakwarasan di wajah Alrik yang berniat menikahinya secara sah. Dengan wanita cadangan seperti dirinya? Bahkan Alrik seharusnya akan menikah dengan tunangannya!
Daftar Isi Novel Couple in a Fairy Tale
Bab 1
Bab 2
Bab 3
Baca Juga: Novel Menjadi Simpanan Pria Tua by Yuuki Ahmad
Seru ya baca novel tentang pernikahan karena banyak amanat yang dapat diperoleh. Apalagi kalau bacanya di aplikasi Cabaca. Cabaca adalah situs baca novel online Indonesia yang menawarkan novel legal dengan harga terjangkau. Ada program baca gratis loh di Jam Baca Nasional setiap pukul 21.00 - 22.00 WIB untuk judul-judul tertentu. Program tersebut hanya berlaku di aplikasi. Buktikan keseruan baca novel di HP dengan install aplikasi Cabaca di Play Store.